Jumat, 12 Desember 2008

Drama

Pemeran :
1) Caroline : Patih
2) Cyhntia Essy P. : Selir
3) Dimas Andri H. : Raja
4) Gita Aprilia Silvi : Ratu
5) Gesti Anjar Sari : Hulubalang
6) Idha Ayu Lestari : Dayang
7) Ita Suci Pertiwi : Cindelaras
8) Meliana Sari : Nenek





Karakter :
1) Patih : Bijaksana, tidak mudah terpengaruh
2) Selir : Iri, dengki, melakukan apa saja demi keinginannya
3) Raja : Bijaksana, mudah terpengaruh, perhatian dengan keluarga
4) Ratu : Baik hati, penyabar, pemaaf
5) Hulubalang : Patuh kepada aturan, sopan
6) Dayang : Setia, patuh kepada aturan, rela berkorban
7) Cindelaras : Baik hati, pemaaf, cerdas, lincah, hiper aktif
8) Nenek : Baik hati, penyabar, ikhlas memberikan kasih sayang








Sinopsis
Cindelaras
Di suatu daerah terdapatlah sebuah Kerajaan bernama Kerajaan Jenggala. Kerajaan tersebut di perintah oleh seorang Raja yang bijaksana bernama Raden Putra. Ia hidup bersama Permaisuri yang baik hati juga cantik, serta Selir yang cantik jelita.
Namun, Sang Selir memiliki perasaan iri dan dengki kepada Permaisuri sehingga timbul miat untuk memfitnah Sang Permaisuri. Sang Selir pun berpura-pura membantu Dayang. Namun, sebenarnya ia memasukkan racun ke dalam makanan Raja. Sehingga ketika Raja memakannya, maka Sang Raja pingsan. Lalu setelah Raja siuman Sang Selir menceritakan bahwa yang telah mencoba membunuhnya adalah Sang Permaisuri. Maka, Sang Raja pun marah. Namun, Dayang membela Permaisuri. Raja menjatuhkan hukuman agar Permaisuri dan Dayang di bunuh. Namun, Patih hanya mengasingkan mereka di sebuah hutan. Lalu mereka hidup bersama Bibi Sang Dayang, yang telah menganggap mereka sebagai anak sendiri.
15 tahun pun telah berlalu. Ketika Permaisuri di asingkan ke hutan beliau sedang hamil muda. Lalu ia pun melahirkan di sebuah gubuk kecil, bayi yang beliau lahirkan adalah bayi perempuan yang cantik bernama Cindelaras. Bayi itu tumbuh menjadi gadis yang cerdas, lincah juga baik hati.
Pada suatu sore Sang Raja bermaksud berburu, namun kakinya tersengat kalajengking, sementara itu ada gadis yang melewati tempat tersebut yang tidak lain adalah Cindelaras, anak Raja dari Sang Permaisuri. Dengan kebaikan hatinya Cindelaras menolong Sang Raja.
Hulubalang pun di perintah untuk mencari tahu siapakah gadis yang telah menolong Sang Raja. Setelah Raja mengetahui bahwa gadis itu adalah anaknya, ia pun menemui anak dan Permaisurinya untuk meminta maaf serta memboyongnya kembali ke Istana. Sedang Sang Selir di asingkan ke hutan.
************
CINDELARAS

Di sebuah kerajaan bernama Kerajaan Jenggala hiduplah seorang Raja bernama Raden Putra yang memiliki seorang permaisuri yang cantik dan baik hati juga seorang selir yang cantik juga.
Pada suatu hari, Raja dan dan Permaisuri sedang bercakap-cakap, sedang selir melihat dari kejauhan.
Raja : “Wahai Adinda, bagaimanakah kabarmu gerangan?”
Permaisuri : “Kakanda, keadaan Dinda baik-baik saja.”
Raja : “Benarkah Dinda, tampaknya Dinda terlihat tidak enak badan.”
Permaisuri : “Benar Kakanda, mana mungkin saya berbohong. Mungkin ini hanya
bawaan sang jabang bayi kita.”
Raja : “Oh, ya??? Kalau memang seperti itu sebaiknya Dinda harus
banyak istirahat.”
Permaisuri : “Iya, Kakanda tenang saja. Saya akan banyak istirahat, agar semua baik-baik
saja.” (Berjalan masuk ke dalam istana). Sang Selir, yang sedari tadi
memperhatikan kemesraan Raja dan Permaisur merasa cemburu. Sehingga
timbullah niat jahat untuk memfitnah Permaisuri.
Tibalah waktunya saat makan malam. Seorang Dayang sedang mempersiapkan makanan.
Dayang : “(Datang dengan membawa nampan berisi makanan)”
Selir : “Hai Dayang… Tampaknya kamu sangat lelah, karena telah menyiapkan
masakan ini.”
Dayang : (Tersenyum) “Tidak Paduka, saya tidak merasa lelah malah saya
merasa senang kok karena telah menyiapkan masakan ini.”
Selir : “Oh, begitu. Hai, Dayang , maukah kau aku bantu?
Dayang : “Tidak usah Paduka!... Saya tidak merasa lelah dan saya pun tidak
ingin membuat repot Paduka…”
Selir : “Tetapi, tampaknya kau letih sekali…”
Dayang : “Sungguh saya tidak kenapa-napa Paduka”
Selir : “Sungguh, kamu terlihar letih, maka izinkanlah saya untuk
membantu kamu
Dayang : “Kalau Paduka memaksa, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Namun,
apakah Paduka benar mau membantu saya dan tidak merasa di
repotkan??? (Merasa gelisah)
Selir : “Tentunya… ya iyalah masa ya iya dong!!! Sekarang kamu kembali
ke dapur biar saya yang menyiapkan makanan ini.”
Tak lama Dayang pergi, datanglah Raja di susul Permaisuri.
Raja : (Memakan makanan, tiba-tiba pingsan)
Permaisuri : (Panik) “Kakanda, kenapa?... (Menangis)
Selir : (Panik) “Patih!... Patih!...”
Patih : (Datang menemui Permaisuri, Selir, dan Raja) “Iya, ada apa ini?
Ada keadaan gawat apa?”
Permaisuri : “Patih… lihat Kakanda!...”
Selir : “Iya, tiba-tiba saja setelah menyuap makanan Raja langsung
pingsan.” (Memasang tampang sinis kepada Permaisuri)
Setelah di beri penawar racun, Raja pun siuman…
Permaisuri : “Kakanda, tidak ke napa-napa kan?”
Selir : “Hei, Permaisuri betapa teganya kau! Mencoba membunuh Raja.”
Permaisuri : (Menangis) “Tidak, aku tidak melakukan perbuatan buruk
tersebut!”
Selir : “Mana ada maling ngaku maling!!! Jangan percaya omongan wanita
busuk ini! Dia ingin menguasai kerajaan sehingga mencoba
membunuh Kakanda!”
Raja : (Marah dengan muka merah padam) “Sekarang keluar kamu dari
istana!”
Mendengar keributan di ruang makan. Dayang pun segera datang…
Dayang : “Tidak, wahai Paduka Raja! Itu tidak benar bukan Permaisuri yang
melakukannya!”
Raja : “Patih, bunuh mereka berdua!”
Patih : “Wahai Paduka Raja, tapi…”
Raja : “Tidak ada tapi-tapian! Segera laksanakan perintahku…”
Patih : (Membawa keluar Permaisuri dan Dayang)
Di sebuah hutan…
Patih : “Wahai Permaisuri dan Dayang. Saya tahu yang sebenarnya, bahwa kalian tidak
bersalah. Bahwa itu semua adalah fitnah Sang Selir. Saya rasa kalian tinggal di
sini saja.”
Dayang : “Iya, terimakasih Patih! Lalu, bagaimana Patih membuktikan bahwa
Patih telah membunuh kami?”
Patih : “Itu hal yang mudah! Biar, saya yang memikirkannya. Sekarang
saya minta agar Dayang menjaga Permaisuri.”
Dayang : “Baik Patih!”
Patih pun meninggalkan Permaisuri dan Dayang. Mereka pun menuju rumah Bibi Sang Dayang.
15 tahun kemudian...
Tak lama Permaisuri di usir dari kerajaan. Beliaupun melahirkan anak perempuannya yang di beri nama Cindelaras. Cindelaras, adalah anak yang cerdas dan aktif.
Dayang : “Cindelaras… Cindelaras… di mana kamu?
Cindelaras : “Bibi, ada apa sih kok teriak-teriak?”
Dayang : “Yah, jelaslah saya teriak-teriak. Kamu kemana aja dari tadi?
Bunda dan Nenek mencemaskanmu.”
Cindelaras : “Ya ampun, segitu sayangnya sama aku yah??? (Mukanya memerah)
Dayang : “Bukannya gitu, kamu harus mencuci piring gih!!!”
Cindelaras : “Uh…”
Nenek : “Cindelaras…”
Cindelaras : “Iya Nek, ada apa?...”
Nenek : “Mendekatlah cucuku… Dari mana saja kamu seharian?”
Cindelaras : “Main dong Nek…”
Nenek : “Kamu ini, perempuan tapi Bengal banget sih?” (Mencubit pipi
Cindelaras)
Cindelaras : “Ah, Nenek bisa saja! Ayo kita pulang. Aku sudah lapar nih!”
Nenek : “Iya, ayo kita pulang…”
Mereka pun pulang ke rumah.
Di suatu malam yang sepi terdapatlah Sang Permaisuri dan Cindelaras.
Cindelaras : “Bunda, kenapa sih ayah tidak pulang?”
Permaisuri : (Bersedih) “Sudahlah Cindelaras itu tidak penting!”
Cindelaras : ‘Bunda, tapi aku rindu Ayah!”
Permaisuri : “Nak, sudahlah nanti bula saatnya tiba kamu akan tahu yang
sebenarnya.”
Cindelaras : “Bunda, aku sunguh ingin mengetahui yang sebenarnya. Lagi pula
aku sudah rindu dengan Ayah. Bunda, sebenarnya Ayah itu ada di
mana?”
Permaisuri : “Baiklah, kalau kamu memaksa ingin tahu di mana Ayah kamu.
Bunda tidak bisa menghalang-halangi kamu. Baiklah, Bunda akan
memberi tahukan siapa sebenarnya Ayahmu. Dia itu adalah
seorang Raja…”
Cindelaras : “Apa… tidak mungkin Bunda? Lalu mengapa Ayah meninggalkan
kita?”
Permaisuri : “Ayahmu di hasut oleh Selir sehingga percaya bahwa Bunda sudah
berusaha membunuh Ayahmu. Maka, Bunda di usir seperti ini.”
Cindelaras : “Jahatnya! Lihat saja nanti akan aku balas! Aku akan buktikan
siapa sebenarnya Bunda… Bahwa Bunda tidak bersalah. ”
Malam pun semakin larut. Mereka pun masuk ke biliknya masing-masing.
Raja di temani oleh Patih dan Hulubalang pergi ke hutan untuk memburu. Namun di perjalanan kaki Sang Raja di sengat oleh Kalajengking. Tiba-tiba datanglah seorang gadis berusia sekitar 14 tahun.

Raja : “Aduh, sakit…”
Cindelaras : (Bingung, mencari suara orang merintih) “Wah, anda kenapa?”
Raja : “Saya, tersengat Kalajengking…”
Cindelaras : “Bentar, saya akan mencari dedaunan…” (Pergi sebentar)
Datanglah Sang Hulubalang…

Hulubalang : “Bagaimana, keadaan Paduka???”
Raja : “Masih sakit, wahai Hulubalang!”
Cindelaras : (Kembali membawa beberapa lembar daun dan menumbuknya.
Mengusap-ngusap kaki Sang Raja)
Raja : “Terima kasih, Nak… karena kamu telah menolong saya…”
Cindelaras : “Sama-sama… memang kita harus saling menolong.”
Mendengar perkataan gadis di hadapannya. Tiba-tiba saja Raja mengingat
istri yang sedang mengandung yang telah di buangnya.
Hulubalang : “Wahai, Paduka. Mengapa Paduka melamun?”
Raja : “Oh, tidak kenapa-napa.”
Cindelaras : “Maaf, Paduka. Saya ingin pulang… kalau begitu, Paduka harus
banyak istirahat.”

Sang Raja sangat terpesona dengan kebaikan gadis yang telah menolongnya. Raja pun menitahkan agar Hulubalang mencari tahu di mana rumah tinggal gadis tersebut.

Raja : “Wahai, Hulubalang… Coba kau cari tahu di mana gerangan rumah
anak tadi, yang telah menolongku. Serta cari tahu siapa nama gadis tersebut.”
Hulubalang : “Baik, Paduka…”

Setelah bebarapa hari Hulubalang pun mengahadap Sang Raja.

Hulubalang : “Wahai, Paduka saya menghadap…”
Raja : “Baik, hulubalang apa saja yang telah engkau dapatkan tentang
gadis yang telah menolongku?”
Hulubalang : “Wahai, Paduka bukan maksud lancang hamba berbicara. Tapi ini adalah
kenyataan. Bahwa sesungguhnya gadis yang telah menolong Paduka bernama
Cindelaras. Dia adalah putri dari Permaisuri yang telah Paduka perintah
membunuhnya. Namun, ternyata Permaisuri dan Dayang masih hidup. Serta
Permaisuri pun melahirkan anak yang di kandungannya.”
Raja : (Hati Raja tersentak, bercampur haru, sedih, dan bahagia)
Patih : “Maafkan saya Paduka, sesungguhnya saya tidak pernah membunuh Permaisuri
serta Dayang. Karena sesungguhnya Paduka telah terhasut dengan kata-kata
Sang Selir. Padahal yang memasukkan racun itu adalah Selir sendiri. Buka
Permaisuri maupun Dayang.”
Raja : (Betapa sedihnya, bercampur gembira) “Baiklah… Wahai Hulubalang kamu antar
saya untuk menemui Permaisuri dan Cindelaras… Sedang kamu Patih segera
asingkan Selir ke hutan!!!”
Patih : “Baik Paduka.”

Mereka pun berangkat menemui Permaisuri dan Cindelaras.

Raja : “Cindelaras, Maafkan Ayah Nak…”
Cindelaras : “Iya, tentu. Aku sudah memaafkan Ayah.”
Raja : “Adinda, maafkan Kakanda… karena telah terpercaya hasutan Sang Selir.
Kakanda benar-benar menyesal.”
Permaisuri : “Kakanda, Adinda sudah memaafkan Kakanda sejak dulu.”
Raja : “Terimasih, Adinda dan Cindelaras karena telah memaafkan Saya.”
Mereka pun di boyong kembali ke instana oleh Raja dan Hulubalang. Mereka pun hidup bahagia hingga akhir hayat.


<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>